Sunday, December 1, 2013

Browse Manual » Wiring » » » Metode Geolistrik

Metode Geolistrik


Metode Geolistrik

Penggunaan geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad Schlumberger pada tahun 1912. Geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan jenis lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC (‘Direct Current’) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah ‘Elektroda Arus’ A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan lebih dalam.
Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan listrik di dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur dengan  penggunakan multimeter yang terhubung melalui 2 buah ‘Elektroda Tegangan’ M dan N yang jaraknya lebih pendek dari pada jarak elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar.

Dengan asumsi bahwa kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh arus listrik ini sama dengan separuh dari jarak AB yang biasa disebut AB/2 (bila digunakan arus listrik DC murni), maka diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran arus listrik ini berbentuk setengah bola dengan jari-jari AB/2.
Cara Kerja Metode Geolistrik
Umumnya metoda geolistrik yang sering digunakan adalah yang menggunakan 4 buah elektroda yang terletak dalamsatu garis lurus serta simetris terhadap titik tengah, yaitu 2 buah elektroda arus (AB) di bagian luar dan 2 buah elektroda ntegangan (MN) di bagian dalam.
Kombinasi dari jarak AB/2, jarak MN/2, besarnya arus listrik yang dialirkan serta tegangan listrik yang terjadi akan didapat suatu harga tahanan jenis semu (‘Apparent Resistivity’). Disebut tahanan jenis semu karena tahanan jenis yang terhitung tersebut merupakan gabungan dari banyak lapisan batuan di bawah permukaan yang dilalui arus listrik.
Bila satu set hasil pengukuran tahanan jenis semu dari jarak AB terpendek sampai yang terpanjang tersebut digambarkan pada grafik logaritma ganda dengan jarak AB/2 sebagai sumbu-X dan tahanan jenis semu sebagai sumbu Y, maka akan didapat suatu bentuk kurva data geolistrik. Dari kurva data tersebut bisa dihitung dan diduga sifat lapisan batuan di bawah permukaan.
Kegunaan Geolistrik
Mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan sampai kedalaman sekitar 300 m sangat berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan akifer yaitu lapisan batuan yang merupakan lapisan pembawa air. Umumnya yang dicari adalah ‘confined aquifer’ yaitu lapisan akifer yang diapit oleh lapisan batuan kedap air (misalnya lapisan lempung) pada bagian bawah dan bagian atas. ‘Confined’ akifer ini mempunyai ‘recharge’ yang relatif jauh, sehingga ketersediaan air tanah di bawah titik bor tidak terpengaruh oleh perubahan cuaca setempat.
Geolistrik ini bisa untuk mendeteksi adanya lapisan tambang yang mempunyai kontras resistivitas dengan lapisan batuan pada bagian atas dan bawahnya. Bisa juga untuk mengetahui perkiraan kedalaman ‘bedrock’ untuk fondasi bangunan.
Metoda geolistrik juga bisa untuk menduga adanya panas bumi (geotermal) di bawah permukaan. Hanya saja metoda ini merupakan salah satu metoda bantu dari metoda geofisika yang lain untuk mengetahui secara pasti keberadaan sumber panas bumi di bawah permukaan.
Konfigurasi
Metoda geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke 4 buah elektrodanya terletak dalam satu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan MN yang simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi Wenner dan Schlumberger. Setiap konfigurasi mempunyai metoda perhitungan tersendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan. Metoda geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metoda favorit yang banyak digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan dengan biaya survei yang relatif murah.
Umumnya lapisan batuan tidak mempunyai sifat homogen sempurna, seperti yang dipersyaratkan pada pengukuran geolistrik. Untuk posisi lapisan batuan yang terletak dekat dengan permukaan tanah akan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran tegangan dan ini akan membuat data geolistrik menjadi menyimpang dari nilai sebenarnya. Yang dapat mempengaruhi homogenitas lapisan batuan adalah fragmen batuan lain yang menyisip pada lapisan, faktor ketidakseragaman dari pelapukan batuan induk, material yang terkandung pada jalan, genangan air setempat, perpipaan dari bahan logam yang bisa menghantar arus listrik, pagar kawat yang terhubung ke tanah dsbnya.
‘Spontaneous Potential’ yaitu tegangan listrik alami yang umumnya terdapat pada lapisan batuan disebabkan oleh adanya larutan penghantar yang secara kimiawi menimbulkan perbedaan tegangan pada mineral-mineral dari lapisan batuan yang berbeda juga akan menyebabkan ketidak-homogenan lapisan batuan. Perbedaan tegangan listrik ini umumnya relatif kecil, tetapi bila digunakan konfigurasi Schlumberger dengan jarak elektroda AB yang panjang dan jarak MN yang relatif pendek, maka ada kemungkinan tegangan listrik alami tersebut ikut menyumbang pada hasil pengukuran tegangan listrik pada elektroda MN, sehingga data yang terukur menjadi kurang benar.
Untuk mengatasi adanya tegangan listrik alami ini hendaknya sebelum dilakukan pengaliran arus listrik, multimeter diset pada tegangan listrik alami tersebut dan kedudukan awal dari multimeter dibuat menjadi nol. Dengan demikian alat ukur multimeter akan menunjukkan tegangan listrik yang benar-benar diakibatkan oleh pengiriman arus pada elektroda AB. Multimeter yang mempunyai fasilitas seperti ini hanya terdapat pada multimeter dengan akurasi tinggi.
Konfigurasi Wenner
Konfigurasi Wenner
Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan tegangan pada elektroda MN lebih baik dengan angka yang relatif besar karena elektroda MN yang relatif dekat dengan elektroda AB. Disini bisa digunakan alat ukur multimeter dengan impedansi yang relatif lebih kecil.
Sedangkan kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan di dekat permukaan yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Data yang didapat dari cara konfigurasi Wenner, sangat sulit untuk menghilangkan factor non homogenitas batuan, sehingga hasil perhitungan menjadi kurang akurat.
Konfigurasi Schlumberger
Pada konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-kecilnya, sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak MN hendaknya dirubah. Perubahan jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB.
Konfigurasi Schlumberger
Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan pada elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik ‘high impedance’ dengan akurasi tinggi yaitu yang bisa mendisplay tegangan minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma. Atau dengan cara lain diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi.
Sedangkan keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2.
Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN bisa dipercaya, maka ketika jarak AB relatif besar hendaknya jarak elektroda MN juga diperbesar. Pertimbangan perubahan jarak elektroda MN terhadap jarak elektroda AB yaitu ketika pembacaan tegangan listrik pada multimeter sudah demikian kecil, misalnya 1.0 milliVolt.
Umumnya perubahan jarak MN bisa dilakukan bila telah tercapai perbandingan antara jarak MN berbanding jarak AB = 1 : 20. Perbandingan yang lebih kecil misalnya 1 : 50 bisa dilakukan bila mempunyai alat utama pengirim arus yang mempunyai keluaran tegangan listrik DC sangat besar, katakanlah 1000 Volt atau lebih, sehingga beda tegangan yang terukur pada elektroda MN tidak lebih kecil dari 1.0 milliVolt.
Parameter yang diukur :
  1. Jarak antara stasiun dengan elektroda-elektroda (AB/2 dan MN/2)
  2. Arus (I)
  3. Beda Potensial (∆ V)
Parameter yang dihitung :
  1. Tahanan jenis (R)
  2. Faktor geometrik (K)
  3. Tahanan jenis semu (ρ )
Cara intepretasi Schlumberger adalah dengan metode penyamaan kuva (kurva matching). Ada 3 (tiga) macam kurva yang perlu diperhatikan dalam intepretasi Schlumberger dengan metode penyamaan kurva, yaitu :
  • Kurva Baku
  • Kurva Bantu, terdiri dari tipe H, A, K dan Q
  • Kurva Lapangan
Untuk mengetahui jenis kurva bantu yang akan dipakai, perlu diketahui bentuk umum masing-masing kurva lapangannya.
  • Kurva bantu H, menunjukan harga ρ minimum dan adanya variasi 3 lapisan dengan ρ1 > ρ2 < ρ3.
  • Kurva bantu A, menunjukkan pertambahan harga ρ dan variasi lapisan dengan ρ1 < ρ2 < ρ3.
  • Kurva bantu, K menunjukan harga ρ maksimum dan variasi lapisan dengan ρ1 < ρ2 > ρ3.
  • Kurva bantu Q, menunjukan penurunan harga ρ yang seragam : ρ1 > ρ2 > ρ3
Kurva-Kurva Bantu Dalam Metode Penyamaan Kurva Schlumberger
Alat-alat yang digunakan : kertas kalkir/mika plastik, kertas double log, marker OHP.
  • Plot nilai AB/2 vs ρ pada mika plastik diatas double log. AB/2 sebagai absis dan ρ sebagai ordinat.
  • Buat kurva lapangan dari titik-titik tersebut secara smooth (tidak selalu harus melalui titik-titik tersebut, untuk itu perlu dilihat penyebaran titik-titiknya secara keseluruhan).
  • Pilih kurva Bantu apa saja yang sesuai dengan setiap bentukan kurva lapangan.
  • Letakkan kurva lapangan diatas kurva baku, cari nilai P1 merupakan kedudukan :
  • d1’,ρ1’ (kedalaman terukur, tahanan jenis terukur)
  • d1’ = kedalaman lapisan perama = sebagai absis
  • ρ1 = tahanan jenis lapisan pertama = sebagai ordinat
  • Pindahlah kurva lapangan dan letakkan diatas tipe kurva Bantu pertama yang telah ditentukan. Tarik garis putus-putus sesuai dengan harga ρ12 pada kurva Bantu tersebut. Garis putus-putus sebagai kurva Bantu ini merupakan tempat kedudukan P2.
  • Kembalikan kurva lapangan diatas kurva baku, geser kurva lapangan berikutnya sedemikian sehingga kurva baku pertama melalui pusat kurva baku. Tentukan nilai ρ32serta plot titik P­2. (catatan : posisi sumbu-sumbunya harus sejajar dengan sumbu-sumbu pada kurva Bantu)
  • Dari P2 dapat ditentukan d2’, ρ2
  • Titik pusat P3, koordinat d3’, ρ3’ dan nilai kurva Bantu selanjutnya dapat dicari dengan jalan yang sama.
Koreksi Kedalaman
Untuk titik-titik pusat (Pn) yang terletak pada kurva bantu tipe H, tidak perlu dikoreksi.
Titik P pada kurva Bantu tipe A, K dan Q perlu dikoreksi.
Titik P1 apapun kurvanya tidak perlu dikoreksi.
Contoh Kurva Bantu
Titik P1, tidak perlu dikoreksi
Titik P2, tidak perlu dikoreksi karena terletakpada kurva Bantu tipe H
Titik P3 dan P4, perlu dikoreks nilai d (kedalaman), karena terletak pada kurva Bantu selain tipe H.
Cara Koreksi Kedalaman
Untuk titik P:
Letakkan/impitkan kembali mika plastik diatas kurva Bantu tipe A (dengan nilai ρ43 = 10) dengan pusat P2. baca nilai koreksi (sebagai n) tepat pada titik P3 (nilai absis dari kurva Bantu tersebut ditandai dengan garis putus-putus). Kemudian dapat dicari ketebalan lapisan ke-3 dengan rumus :
H3 = n.d2
Sehingga kedalaman lapisan ke-3 dapat dihitung dengan rumus:
D3 = h3 + d2
Demikian juga untuk titik P4, dan seterusnya.
Jadi, dari hasil penyamaan kurva (curve matching) akan diperoleh data sebagai berikut :
  1. Koordinat Pn = (dn’, ρn)
  2. K= ρn+1n
  3. Jenis Kurva Bantu
  4. Nilai Koreksi Kedalaman (n)
Setelah diperoleh nilai-nilai ρ dan d, kemudian dibuat penampang tegaknya (berupa kolom) sesuai harga d-nya (menggunakan skala). Selanjutnya dilakukan pendugaan unt interpretasi litologi penyusun pada masing-masing lapisan berdasarkan nilai ρ.
Penafsiran litologi ini akan semakin mendekati kebenaran apabila kita memiliki data bawah permukaan seperti data dari sumur. Jika tidak ada sumur, maka kita sebaiknya mengetahui geologi regional daerah penelitian tersebut atau data yang diperoleh dari pengamatan geologi daerah sekitar (untuk mengetahui variasi litologi).
Tabel Nilai Resistivitas

RockResitivitas
Common rocks
Topsoil
Loose sand
Gravel
Clay
Weathered bedrock
Sandstone
Limestone
Greenstone
Gabbro
Granite
Basalt
Graphitic schist
Slates
Quartzite
Ore minerals
Pyrite (ores)
Pyrrhotite
Chalcopyrite
Galena
Sphalerite
Magnetite
Cassiterite
Hematite
Common rocks
50–100
500–5000
100–600
1–100
100–1000
200–8000
500–10 000
500–200 000
100–500 000
200–100 000
200–100 000
10–500
500–500 000
500–800 000
Ore mineral
0.01–100
0.001–0.01
0.005–0.1
0.001–100
0.01–1 000 000
0.01–1000
0.001–10 000
1000–1 000 000




Resistivities of common rocks and ore minerals (ohm-metres) Milsom After Palacky, 1987

Sumber : http://ptbudie.wordpress.com/2010/12/24/geolistrik/

No comments:

Post a Comment